Peristiwa Isra Mi’raj

Penerimaan Santri Baru

Informasi lengkap Penerimaan Santri Baru

Oleh: Ustadz Abdul Wakhid, S.Pd.I., M.H.

سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِیۤ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَیۡلࣰا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِی بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِیَهُۥ مِنۡ ءَایَـٰتِنَاۤۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ

[Surat Al-Isra’: 1]

Artinya: “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnyaagar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”

Secara bahasa Isra’ berasal dari kata “سَرَى” (saraa) yang berarti perjalanan malam. Dalam konteks peristiwa ini, Isra’ merujuk pada perjalanan malam Rasulullah ﷺ dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem. Mi’raj berasal dari kata “عَرَجَ” (‘araja) yang berarti naik atau terangkat. Dalam peristiwa ini, Mi’raj merujuk pada naiknya Rasulullah ﷺ dari Masjidil Aqsa ke langit hingga Sidratul Muntaha.

Terkait waktu kejadian, beberapa ulama berbeda pendapat terkait kapan terjadinya Isra’ Mi’raj.

  1. Pendapat pertama, tahun permulaan kenabian. Sebagian ulama berpendapat bahwa Isra’ terjadi pada tahun ketika Allah memuliakan Nabi Muhammad ﷺ dengan kenabian. Pendapat ini dikemukakan oleh Ath-Thabari.
  2. Pendapat Kedua, lima tahun setelah kenabian. An-Nawawi dan A’l-Qurthubi berpendapat bahwa Isra’ terjadi lima tahun setelah Nabi Muhammad ﷺ diutus sebagai rasul.
  3. Pendapat ketiga, Tanggal 27 Rajab Tahun ke-10 Kenabian 27 Rajab (pendapat jumhur ulama). Al-Allamah Al-Manshurfuri berpendapat bahwa Isra’ terjadi pada malam tanggal 27 Rajab tahun ke-10 dari kenabian.
  4. Pendapat Keempat, setahun dua bulan sebelum Hijrah muharram. Pendapat lain menyebutkan bahwa Isra’ terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ke-13 dari kenabian.
  5. Pendapat Kelima, setahun sebelum Hijrah Rabiul Awwal. Sebagian ulama berpendapat bahwa Isra’ terjadi setahun sebelum hijrah, yaitu pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-13 dari kenabian.

Tiga pendapat pertama dianggap kurang kuat karena Sayyidah Khadijah radhiyallahu ‘anha wafat pada bulan Ramadhan tahun ke-10 dari kenabian, dan pada saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu (Tapi sudah ada syariat sholat). Sementara itu, dua pendapat lainnya tidak memiliki dalil yang kuat. Namun, kandungan Surah Al-Isra’ menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi pada masa-masa akhir kenabian di Makkah.

 Rincian Peristiwa Isra’ dan Mi’raj

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan secara rinci peristiwa Isra’ dan Mi’raj sebagai berikut:

  • Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa

Nabi Muhammad ﷺ diperjalankan dengan jasad dan ruhnya dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem dengan menaiki Buraq, ditemani oleh Malaikat Jibril. Setibanya di sana, beliau mengimami shalat bersama para nabi lainnya dan mengikat Buraq di pintu masjid. (ShahihAl-Bukhari, 1/50,455-456,470-471,481, 548-550. ShahihMuslim 1/91-96)

  • Naik ke langit Pertama

Dari Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad ﷺ bersama Jibril naik ke langit pertama. Setelah pintu langit dibuka, beliau bertemu dengan Nabi Adam ‘alaihis salam, mengucapkan salam, dan Nabi Adam menyambut serta menetapkan kenabian beliau. Allah memperlihatkan roh orang-orang yang mati syahid di sebelah kanan dan roh orang-orang yang sengsara di sebelah kiri Nabi Adam.

  • Naik ke langit kedua

Di langit kedua, Nabi Muhammad ﷺ bertemu dengan Nabi Yahya bin Zakaria dan Nabi Isa bin Maryam ‘alaihimassalam. Beliau mengucapkan salam, dan mereka berdua menyambut serta menetapkan kenabian beliau.

  • Naik ke langit ketiga

Di langit ketiga, beliau bertemu dengan Nabi Yusuf ‘alaihis salam, yang menyambut dan menetapkan kenabian beliau.

  • Naik ke langit keempat

Di langit keempat, beliau bertemu dengan Nabi Idris ‘alaihis salam, yang menyambut dan menetapkan kenabian beliau.

  • Naik ke langit kelima

Di langit kelima, beliau bertemu dengan Nabi Harun bin Imran ‘alaihis salam, yang menyambut dan menetapkan kenabian beliau.

  • Naik ke langit keenam

Di langit keenam, beliau bertemu dengan Nabi Musa bin Imran ‘alaihis salam. Setelah pertemuan tersebut, Nabi Musa menangis. Ketika ditanya alasannya, beliau menjawab bahwa beliau menangis karena ada seorang pemuda yang diutus setelahnya, yang umatnya lebih banyak masuk surga dibandingkan umatnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلاَمَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ المَاءِ، وَأَنَّهَا قِيعَانٌ، وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ للهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

Artinya: “Aku berjumpa dengan Ibrahim pada malam isra’ ku. Ia berpesan, “Wahai Muhammad, sampaikan salam dariku untuk umatmu. Beritahu mereka bahwa surga itu debunya harum. Airnya segar. Dan surga itu datar. Tanamannya adalah kalimat: Subhaanallahi wal hamdu lillaahi laa ilaaha illaahu wallaahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Allah Maha Besar).” (HR. Tirmidzi dalam Kitab ad-Da’awat, 3462 dan selainnya).

  • Naik ke langit ketujuh

Di langit ketujuh, beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, yang menyambut dan menetapkan kenabian beliau.

  • Sidratul Muntaha dan Al-Baitul Ma’mur

Setelah itu, Nabi Muhammad ﷺ dibawa ke Sidratul Muntaha dan Al-Baitul Ma’mur. Di sana, beliau menerima berbagai wahyu dan perintah, termasuk perintah shalat lima waktu.

Peristiwa-peristiwa selama Isra’ Mi’raj

  • Peristiwa Pembelahan Dada

Dalam perjalanan ini, terjadi peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad ﷺ, yang membersihkan hati beliau dan mempersiapkannya untuk menerima wahyu dan pengalaman spiritual yang agung.

  • Pilihan antara Susu dan Khamr

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثُمَّ أُتِيتُ بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ، وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ، وَإِنَاءٍ مِنْ عَسَلٍ، فَأَخَذْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ: هِيَ الفِطْرَةُ الَّتِي أَنْتَ عَلَيْهَا وَأُمَّتُكَ

Artinya: “Setelah itu aku diberi wadah yang berisi khamr, susu, dan madu. Aku mengambil wadah yang berisi susu. Jibril berkata, ‘Itu adalah fitrah, yang engkau dan umatmu berada di atasnya.” (HR. al-Bukhari dalam Kitab Fadhail ash-Shahabah, Bab al-Mi’raj, 3674).

  • Peristiwa di Neraka
  • Pemakan Harta Anak Yatim secara Zalim

Mereka digambarkan memiliki bibir seperti bibir unta, mengambil sepotong api neraka dengan bibirnya, lalu api itu keluar dari duburnya.

  • Pemakan Riba

Mereka memiliki perut yang besar, sehingga tidak dapat beranjak dari tempatnya. Para pengikut Fir’aun melewati mereka dan melemparkan mereka ke neraka.

  • Pezina

Mereka membawa daging berminyak yang baik di tangannya dan di sebelahnya ada daging busuk. Mereka memilih daging busuk dan meninggalkan daging yang baik.

Kembali ke Makkah dan Penyampaian Peristiwa kepada Kaum Quraisy

Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad ﷺ kembali ke Makkah dan menceritakan pengalamannya kepada kaum Quraisy. Sebagian besar dari mereka tidak mempercayai cerita tersebut dan menganggapnya sebagai hal yang mustahil. Namun, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dengan tegas membenarkan peristiwa tersebut tanpa ragu, sehingga ia diberi gelar “Ash-Shiddiq” yang berarti “yang membenarkan”. Beliau juga mengabarkan tentang kafilah dagang mereka tatkala kepergian dan kepulangannya, tentang seekor onta milik mereka yang terlepas dari rombongan.

Kemudian Allah pun berfirman:

هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ لَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ

Artinya: “Shalat wajib itu lima kali akan tetapi pahalanya sama dengan lima puluh kali. Firmanku tidak akan berubah…” (HR. Muslim)

Sholat Lima Waktu Berjamaah

Pertanyaan sederhana, Apakah sholat 5 waktu berat? Jawabannya tentu “TIDAK”.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Bilal:

يَا بِلَالُ أَقِمْ الصَّلَاةَ أَرِحْنَا بِهَا

Artinya: “Wahai Bilal, tegakkan seruan adzan agar kita bisa beristirahat dengan shalat.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dll)

Rasulullah bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Artinya: “Seorang hamba paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

Artinya: “Sesungguhnya amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab oleh Allah Ta’ala pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka ia akan beruntung dan selamat. Dan jika shalatnya buruk, maka ia aka merugi. Jika ada yang berkurang dari amalan fardhunya, maka Allah akan berfirman: “Lihatlah apakah hambaku itu mempunyai amalan shalat sunnah yang bisa menyempurnakan kekurangan yang fardhu? Lalu setiap amalan akan diperlakukan seperti itu.” (HR. at-Tirmidzi, Abu Dawud)

Bagikan

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram